Terdiam ku disuatu ruangan
merenungi kehidupan yang penuh dengan matematika.
Pelajaran yang menurutku paling sulit yang
pernah ku pelajari seumur hidup.
Selama aku sekolah nilai matematika ku
tak pernah memuaskan bahkan
nilai matematikaku membuatku kecewa bahkan
dibuatnya malu didepan teman-temanku.
Tiba-tiba
bel masuk telah berbunyi tanda masuk pelajaran matematika di mulai.
“Selamat
pagi anak-anak” Salam Pak Sito selaku guru matematikaku
“Pagi
Pak!!” Sahut kami dengan semangat
Aku
selalu terdiam membisu ketika pelajaran Pak Sito dimulai
bukan karena aku orang nya pendiam tapi
aku tak mengerti dengan
apa yang di ajarkan nya dikelas.
“Ina!!”
Seperti ada yang memanggil namaku
Aku
masih terdiam dengan lamunan panjangku, meratapi nasibku
yang terlahir dengan sangat bodoh
pelajaran matematika. Mungkin pelajaran
lain aku biasa mendapati gelar terpintar
tapi untuk matematika
aku bisa di kata kan mendapatkan gelar
terbodoh.
“Ina”
Panggilan kedua untukku
“Iya??”
Jawabku dengan nada lemas
“Ada
apa dengan mu?” ternyata yang memanggilku dari tadi Pak Sito
“Gak
pa…pa… Pak!!”
“Kalau
kamu tidak apa-apa kerjakan tugas yang pertama didepan”
“Tapi
Pak………………..”
“Gak
ada tapi-tapian silahkan maju dan kerjakan”
Akupun
maju berharap ada malaikat yang membantuku untuk mengerjakan nya. Aku sangat
membenci matematika semua pikiran negative matematika mengotori pikiranku.
Aku
terdiam didepan kelas tak tau apa yang harus aku lakukan, tak tau apa yanmg
harusku tulis untuk menjawab soal Pak Sito yang menurut orang guru paling
asyik.
“Silahkan
di jawab”
Keringat
membasahi sekujur tubuhku seolah aku baru selesai dari mandi. Aku terus
berharap
aka ada yang membantuku untuk
mengerjakan tugasku. Waktu terus berlalu tak ada satu suara pun yang terdengar
di kelasku. Pak Sito dan teman-temanku terus menunggu jawaban yang akan ku
tulis di papan tulis.
“Ina!!
Silahkan di jawab pertanyaannya” Teguran yang kesian kalinya dari Pak Sito
“iiiii……yaa…
Pak” nada gugupku kembali terucap
“Kenapa denganmu
padahal itu soal yang paling mudah untuk kamu kerjakan sendiri. Semua temanmu
bisa mengerjakan nya kenapa tidak dengan kamu. Apa yang kamu pikirkan? Apakah
kamu ada masalah?”
“Gak ada masalah
Pak tapi..”
Aku terdiam lagi
sambil meratapi kebodohanku, aku bingung kenpa aku bisa sebodoh ini. Aku benci
matematika, aku tak suka dengannya, aku kesal, aku muak dengan angka-angka yang
tak jelas itu. Kenapa harus ada matematika? Kenapa setiap langkah pasti ada
matematika? Aku sangat benci dengannya. MATEMATIKA MEMBUNUHKU!!!
“Tapi
kenapa?” lagi-lagi Pak sito bertanya
“Aku
gak bisa matematika Pak, aku gak ngerti, aku gak paham”
“Itu
soal sangat mudah hampir setengah jam kamu gak tulis satu angka pun di papan,
selama ini apa yang kamu lakukan selama pelajaran Bapak berlangsung bukankah
kamun selalu hadir dikelas” nada kecewa yang dilontarkan Pak Sito kepadaku
“Aku
gak tau Pak kenapa aku bisa sebodoh ini”
“Kamu
tak bodoh, banyak guru mata pelajaran lain nya yang memuji kepintaranmu banyak
pula yang mengakui kepintaranmu. Semua guru mengacungkan jempolnya untukmu tapi
sebenarnya bapak kecewa dengan kamu. Bapak ingin sekali membuktikan kata-kata
guru yang lain yang mengatakan kamu pintar, kamu berprestasi tapi selama itu
bapak belum bisa mendapatkan bukti”
“Teng..teng..teng!!”
bel berbunyi tanda waktu belajarpun berakhir
Aku
masih bingung kenapa aku bisa jadi seperti ini, bukan kah orangtuaku selalu
mengajariku tapi kenapa aku jadi seperti ini. Kata-kata Pak Sito emang benar
tapi harus gimana lagi aku emang bodoh aku gak bisa di andalkan. Selama
perjalanan pulangku aku terus memikirkan kata-kata Pak Sito hingga akhirnya gak
ketauan udah sampai didepan rumah.
“Assalamualaikum”sambil
aku mengetok pintu
“Walaikumsalam”
terdengar suara ayahku yang biasa nya pulang malam
“Ina!!”
suara bentakkan ayahku
“Iya
yah! Kenapa? Ada apa?”
“Ayah
malu oleh kamu. Barusan pihak sekolah menghubungi Ayah kalau kamu di sekolah
nilai matematika nya gak pernah tuntas. Apa benar?”
“Iya…
yah benar” sambil menundukan kepala
“Kenapa
sampai gak pernah tuntas sih? Selama ini kamu gak pernah bikin ayah kecewa.
Kamu selalu jadi juara berbagai bidang tapi kenapa dengan matematika kamu
seperti ini?”
Ekspresi
kecewa yang di tunjukan ayah membuatku sedih. Matematika tidak hanya membuatku
malu tapi membuat Ayah,Ibu, Pak Sito bahkan teman-temanku ikut malu karena
nilai matematika. Sungguh matematika membunuhku.
“Ayah
ingin kamu ikut kursus tambahan” nada tegas ayahku
“Tapi
Yah??” aku menolaknya
“Tak
ada tapi-tapian jika kamu ingin ayah bangga kamu harus buktikan, kamu harus
ikut kursus dan ayah akan carikan guru privat yang paling hebat dan yang paling
mahal untuk kamu, dan kamu tak bisa menolaknya”
“Baik
yah, Ina mau ikut”
***
Berbulan-bulan
aku ikut kursus dengan guru yang mengasyikan hingga akhirnya aku dibuat jatuh
cinta dengan matematika. Aku mulai suka dengannya tiap hari aku selalu
bersemangat jika bertemu dengan pelajaran matematika. Dulu aku emang benci tapi
setelah aku mendapatkan guru yang bisa buat aku jatuh cinta dengan matematika
aku pun senang. Kini ada perubahan drastis yang ku alami.
“Untuk
mencintai matematika kamu harus bisa mencintai guru nya apabila kamu sudah bisa
mencintainya kamu bakal bisa mencintai matematika” ujar Miss Anita selaku guru
privatku
“Tapi
aku telah lakuin nya miss, tapi masih gak bisa”
“Banyak
hal yang bisa membuat seseorang membenci matematika, mungkin orang menganggap
matematika monster bahkan ada juga yang menganggap matematika bisa membunuh.
Jika matematika bisa membunuh, miss dari kemarin-kemarin udah mati terbunuh.
Apa kamu pernah dengar ada orang yang mati terbunuh gara-gara matematika. Gak
ada kan? Jadi kamu harus buang pikiran negative mu tentang matematika jika kamu
terus bepikir negative kamu tidak bakal bisa menerima bahkan mencintai
matematika”
Nasihat
Miss Anita membuatku sadar bahwa matematika (tidak) membunuh. Aku juga tidak
pernah mendengar orang mati karena matematika. Bahkan matematika pelajaran yang
paling seru, menantang, dan buat penasaran. Kini aku mencintai matematika
pelajaran yang dulu membuatku malu kini berubah menjadi pelajaran yang membuat
orang bangga denganku.
Pak
Sito pun percaya jika aku emang bisa mendapatkan gelar terpintar, kini semua
orang bangga terutama Ayahku tak sia-sia dia mencarikan guru privat mahal
untukku. Sekarang matematika (tidak) membunuhku.
PEND. MATEMATIKA
SHERLY ANGGRAINI
FKIP UNSRI 2014